JAKARTA-Kalangan DPR mensinyalir mayoritas anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami penyimpangan keuangan. Apalagi DPR tak bisa memanggil anak usaha BUMN tersebut, karena terbentur Undang-Undang. “Hampir 70% temuan penyimpangan di BUMN terjadi di tubuh anak perusahaan,” kata Ketua Komisi VI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir di Jakarta, Jumat (26/2).
Menurut Hafisz, Undang-Undang tak memberikan kesempatan DPR untuk mengawasi anak usaha BUMN. Makanya DPR akan ngotot membuat UU anak usaha BUMN agar dapat diawasi manajemennya. “Ya bagaimana kita mau mengawasi? “Kita hanya bisa mengawasi pada BUMN-nya saja, yang anak perusahaannya kita tidak bisa secara langsung. Paling-paling BUMN-nya memberi laporan secara glondongan saja,” terangnya.
Untuk itu, sambung Hafisz, pihaknya sedang memproses untuk dilakukan revisi terhadap undang-undang BUMN yang sedang berlaku saat ini. Tanpa itu, anak perusahaan yang dibentuk dengan modal uang rakyat tetap tidak bisa diawasi agar tidak merugikan negara. “DIM (daftar investaris masalah)-nya sudah kita lakukan. Ini masih berjalan. Mudah-mudahan Oktober bisa selesai. Sehingga kita bisa awasi dengan ketat,” sambung Hafisz.
Komentari tentang post ini