Oleh: Toni Listiyanto
Bayangkan anda di tengah suasana yang kacau, dibawah tekanan milisi bersenjata yang meneror siapa saja, tembakan dan ledakan sepanjang siang malam, aparat negara yang tidak berfungsi dan kelompok Klandestin yang berupaya melawan dalam ‘pertempuran-pertempuran kecil’ di jalanan.
Saya mengalaminya bersama pak Peter Rohi di Timor Timur sepanjang September 1999, sebelum, saat pelaksanaan dan paska jajak pendapat.
Pak Peter adalah satu dari sedikit wartawan yg bertahan di Timor Timur, karena sebagian besar pekerja media sudah keluar, atau lebih tepatnya dipaksa keluar dari wilayah konflik itu. Salah satu caranya, hotel Mahkota tempat mereka menginap ditembaki.
Keputusan bertahan butuh nyali dan daya tahan. Kami membuktikan sebuah ‘neraka kecil’ yang tidak semua orang bisa merasakannya. Bersama kawan yang lain awalnya kami ingin tetap bertahan di kantor KIPPER-Solidamor di Dilli.
Dalam hitungan jam ternyata kondisi semakin keruh. Satu persatu rumah, toko dan kantor diberbagai wilayah dibakar dalam politik bumi hangus paska pengumuman hasil jajak pendapat yang pilihannya mayoritas rakyat Timor-Timur ternyata ingin merdeka. Rumah tempat kami bertahan beserta mobil operasional juga ikut dibakar setelah kami pergi mengungsi.
Komentari tentang post ini