Malam sebelum kami pergi sebuah ledakan (semacam geranat) meluluh lantakan rumah tetangga belakang. Ditengah situasi itu pak Peter, bung Tosi dari Radio Nederland dan Tri Agus Susanto Siswowiharjo tetap melaporkan berita via handphone kepada media di Jakarta.
Suara rentetan tembakan ikut terdengar oleh para pendengar di radio yang menyiarkan laporan itu. Kami berpindah-pindah dari satu ke lain tempat dari Dilli, Baucau hingga ke Laga. Api dari rumah-rumah yang terbakar itu menjilat-jilat ke segala arah, panasnya bisa saya rasakan hingga di dalam mobil yang ber-AC di sepanjang jalan.
Di Landasan Udara Baucau, Timor Timur saya ingat insiden yang hampir merenggut nyawa putra pak Peter (putra & putri pak Peter ikut jadi pemantau independen Jajak Pendapat). Menjelang masuk ke lingkungan dalam Lanud, kami berpapasan dengan puluhan orang bersenjata.
Mereka milisi pro-Indonesia dan prajurit batalyon 745 yang sedang mencari anggota CNRT beserta para pendukungnya. Hanya karena berambut gondrong dan dianggap simpatisan FRETILIN, Putra pak Peter dikeroyok oleh milisi dan prajurit itu.
Komentari tentang post ini