“Adalah penting jika pemerintah di daerah terutama yang jauh dari pusat perekonomian, ikut membantu urusan pendidikan dengan cara ini. Para orang tua mempunyai hasil kebun, tetapi tidak dapat dijual dengan cepat, sementara kuliah harus menggunakan uang tunai. Akhirnya, karena tuntutan dibayar dengan uang tunai, orang tua harus meminjam uang dengan bunga. Menjadikan hal ini tidak sejahtera lagi karena kewajiban mengangsur menggantikan kewajiban membayar kuliah. Sebagai dampaknya, nahasiswa drop out karena tidak mampu membayar, dan keluarga terbelit utang,” jelas Taslim.
Hermawi Taslim, yang juga Sekjen Partai Nasdem ini, melihat bahwa pelajaran yang dapat diambil dengan keputusan Rektor UMM, Erwin Prasetyo adalah, gotong royong.
Pada kenyataannya, hasil bumi yang digunakan untuk membayar uang kuliah, dibeli oleh para anggota civitas akademika.
Artinya, UMM juga menjelaskan makna gotong royong dalam dunia Pendidikan.
Harus seperti itu karena kondisi ekonomi masyarakat memang mengharuskan seperti itu.
Ekonomi kecil hidup diantara para mahasiwa.
Oleh Taslim diuraikan lebih lanjut, kalau pemerintah mau, pola seperti ini dapat dilakukan di berbagai daerah yang memiliki kondisi ekonomi yang sama atau lebih parah.
Hanya saja, hal yang sederhana ini sering terlupa karena nilai luhur bangsa sudah terkabur dengan nilai-nilai kapitalis.
Bangsa ini lupa gotong royong, nilai luhur yang ditanamkan founding father, pendiri negara.
Gotong royong tidak hanya untuk satu sektor, seperti membangun rumah.
Gotong royong itu berlaku bagi seluruh kehidupan bangsa termasuk Pendidikan dan kesehjahteraan.
“Covid menjelaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi, di mana gotong royong sebagai nilai luhurnya adalah sangat tepat. Gotong royong mampu mempercepat pemulihan kondisi ekonomi Indonesia. Negara kita terhitung sebagai negara ketiga dengan pemulihan ekonomi tercepat. Hal itu dimungkinkan karena gotong royong dalam masa pandemi sangat membantu bertahannya ekonomi nasional,” tegas Taslim.
Lebih jauh lagi, bagi Taslim, UMM memberikan contoh bahwa pendidikan itu tidak tersekat-sekat karena agama, keyakinan ataupun suku. Yang diperhatikan, semua anak bangsa memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Dunia pendidikan hanyalah sarana bagi anak bangsa untuk mencerdaskan dirinya dan membangun Indonesia di masa datang.
Komentari tentang post ini