JAKARTA-Mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Petrus Salestinus mengecam tindakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo Cs yang secara terbuka menyerahkan kembali mandat pimpinan lembaga antirasuah itu kepada Presiden Joko Widodo. Tindakan berhenti secara serentak dan kolektif serta cacat prosedural ini merupakan tindakan “pemboikotan” atau insubordinasi.
“Ini jelas memberi pesan kepada publik bahwa pimpinan KPK sedang melakukan manuver politik,” jelasnya di Jakarta, Sabtu (14/9).
Seperti diberitakan, pimpinan KPK menyerahkan kembali mandat kepada Presiden Jokowi, pada hari Jumat (13/9).
Dengan demikian secara yuridis, tanggung jawab pengelolaan tugas KPK terhitung sejak tanggal 13 September 2019, berada dalam keadaan vacum, karena tidak mungkin Presiden Jokowi bisa melaksanakan tugas-tugas pimpinan KPK.
Sebagai Lembaga Negara, KPK telah kehilangan 5 orang pimpinannya karena tindakan pimpinan KPK mengembalikan mandatnya kepada Presiden identik dengan “berhenti” dari pimpinan KPK karena mengundurkan diri.
“Masalahnya, mekanisme pengembalian tanggung jawab pimpinan KPK kepada Presiden dilakukan dengan cara yang tidak sesusi dengan ketentuan berhenti atau diberhentikan atau mengundurkan diri menurut ketentuan pasal 32 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK,” tegasnya.
Implikasi hukumnya jelas Petrus, terhitung 13 September 2019, KPK sebagai lembaga negara berada dalam kekosongan pimpinan serta berada dalam kevacuman penyidik dan penuntut umum. Terlebih-lebih KPK berada dalam kekosongan penanggung jawab tertinggi.
Padahal salah satu Organ KPK berdasarkan ketentuan pasal 21 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK tuturnya, organ Pimpinan KPK adalah penanggungjawab Penyidik dan Penuntut Umum yang bekerja secara kolektif.
Penyidikan dan penuntutan di KPK menjadi stagnan atau berjalan dengan cacat hukum karena pimpinannya selaku penangung jawab tertinggi di KPK vakum.
Dengan terjadinya kekosongan pimpinan KPK, maka kini KPK hanya memiliki 2 Organ yang masih eksis meskipun sedang bermasalah, yaitu Organ Tim Penasehat dan Organ Pegawai KPK sebagai pelaksana tugas.
Petrus mengatakan sikap pimpinan KPK ini sungguh memalukan. Karena sebagai pimpinan lembaga negara yang super body, ternyata 5 orang pimpinan KPK ini sangat lemah.
“Mereka tidak memiliki karakter kepemimpinan yang kuat sekuat lembaga KPK yang superbody, mudah menyerah, tidak saja terhadap kritik dari masyarakat tetapi juga mudah didikte oleh apa yang disebut sebagai Wadah Pegawai KPK,” terangnya.
Dengan penyerahan mandat pimpinan KPK oleh Agus Rahardjo kepada Presiden Jokowi, dalam keadaan dimana tidak adanya soliditas antar pimpinan KPK, tidak adanya kepatuhan dan loyalitas secara total dari pegawai KPK terhadap pimpinannya, terlebih-lebih sudah tidak adanya kepemimpinan yang kolektif kolegial, maka penyerahan pimpinan KPK kepada Presiden harus dipandang sebagai tindakan insubordinasi atau pembangkangan.
Bahkan ada yang secara ekstrim menyatakan bahwa Agus Rahardjo Cs telah melakukan tindakan “desersi” sekaligus pemboikotan, di tengah proses pergantian pimpinan KPK tengah berlangsung, hanya karena merasa diri lebih hebat.
Komentari tentang post ini