Ketidakberesan kasus ini semakin terkuak tatkala Polri menyampaikan tidak adanya jejak Ratna Sarumpaet di Bandung pada tanggal 21-24 September 2018. Dengan demikian, dapat dipastikan tidak adanya peristiwa kekerasan terhadap Ratna Sarumpaet.
Justru belakangan terdapat bukti keberadaan Ratna Sarumpaet di salah satu Rumah Sakit di Tebet, Jakarta Selatan sejak tanggal 21 hingga tanggal 24 September 2018, untuk operasi sedot lemak karena sudah dipesan sebelumnya. Fakta-fakta yang disajikan Polri ini mengkonfirmasi bahwa informasi kekerasan ala Ratna Sarumpaet itu sebagai informasi hoax yang berpotensi menimbulkan kebencian antar warga masyarakat berdasarkan kelompok pendukung capres-cawapres 2019.
“Pertanyaannya sekarang apakah Prabowo, Fadli Zon, Amin Rais dll. sebagai orang yang kemudian menyebarkan berita bohong itu, akan dijadikan tersangka dan ditahan.Inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia,” tegas Petrus.
Untuk itu, Petrus mendesak Polri harus obyektif dan tetap menjaga netralitasnya dalam kasus ini serta tidak boleh segan-segan melakukan tindakan kepolisian atau upaya paksa.
Upaya paksa bisa dilakukan jika Prabowo Subianto, Fadli Zon, Amin Rais dkk. terbukti terlibat turut serta sebagai pelaku atau yang menyuruh melakukan perbuatan yang dilarang oleh UU yaitu membuat dan menyebarkan Informasi atau Laporan Palsu dengan tujuan mencemarkan nama baik Polri dan Presiden Jokowi, sebagai penanggungjawab keamanan, ketertiban dan keselamatan warga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 jo. pasal 45A UU ITE.
“Inilah saatnya hukum ditegakan,” pungkasnya.
Komentari tentang post ini