Di luar persidangan, ratusan massa yang terdiri dari organisasi mahasiswa dan masyarakat adat menggelar aksi dengan membentangkan spanduk dan berorasi di depan Pengadilan Negeri Simalungun.
Spanduk bertuliskan “Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat kecam penculikan terhadap Masyarakat Adat, Copot Kapolres Simalungun, Tutup TPL.”
Doni Munte menyatakan bahwa tujuan aksi ini adalah sebagai bentuk protes mahasiswa dan masyarakat adat terhadap tindakan penculikan oleh oknum Polres Simalungun.
“Aparat berperilaku keparat,” ujarnya.
Dia menjelaskan, peristiwa penculikan pada 22 Juli 2024 pukul 03.00 WIB menjadi buntut dari aksi proses itu lima orang masyarakat adat Sihaporas diculik oleh oknum Polres Simalungun.
Saat kejadian, termasuk seorang ibu dan anak-anak berusia 10 tahun menjadi korban kekerasan dan dibentak.
“Seorang ibu juga diborgol dan dibentak, bahkan anak berumur 10 tahun pun dipiting para keparat itu,” ungkap Doni Munte.
Cavin Fernando Tampubolon, perwakilan mahasiswa, menambahkan bahwa Kapolres Simalungun telah mencatat sejarah baru sebagai kapolres yang melakukan pelanggaran HAM.