JAKARTA – Belajar dari pelaksanaan Pilkada 2015, kewenangan sengketa Pencalonan dalam Pilkada tidak diberikan kepada Panwaslu Kabupaten-Kota karena masa kerja mereka bersifat sementara (adhoc).
Seluruh sengketa pencalonan baik pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota semestinya diserahkan kepada Bawaslu Provinsi yang secara kelembagaan sudah bersifat mandiri dan tetap dengan masa kerja lima tahun.
Demikian ditegaskan oleh Peneliti dari Sinaksak Center, DR. Osbin Samosir, M.Si, Jumat (8/1).
Menurutnya, salah satu indikator keberhasilan pilkada 2015 adalah kepuasan rakyat terhadap penyelenggara pilkada sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Waliktoa.
Kesemrawutan penyelenggaraan pilkada serentak inilah yang mengundang begitu banyak protes dari para peserta. Sejumlah besar Panwaslu Kabupaten/Kota diduga tidak cakap dalam bersidang dan tidak adil dalam memberi putusan sengketa.
“Tidak terpenuhinya kemampuan menjadi pengadil yang mumpuni, kinerja Panwaslu mengakibatkan kekacauan pilkada. Dan, akhirnya yang keluar adalah permakluman atas kinerja buruk panwaslu karena mereka tidak didesain untuk ahli sebagai hakim dalam bersidang. Seharusnya pemerintah mempersiapkan para pihak yang berperan sebagai panwaslu. Dan untuk menjadi cakap sebagai hakim, diperlukan tahunan pendidikan dan pengalaman, seperti para hakim Tata Usaha Negara” ujar Doktor Politik lulusan Universitas Indonesia itu.