Marzuki mengingatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina, agar melakukan renegosiasi terhadap pembayaran cost recovery untuk tidak dibayarkan lagi dari hasil produksi minyak, tetapi dengan pembayaran tunai, sehingga keperluan BBM bersubsidi dalam negeri dapat dipenuhi dari kemampuan sendiri. “Kita belum membicarakan bagaimana pengendalian terhadap cost recovery, yang ditenggarai terjadi mark up yang luar biasa, khususnya terhadap impor peralatan,” imbuhnya.
Menurutnya, masalah energi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan berpengaruh terhadap perekonomian secara luas adalah masih tingginya impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM). Ini terjadi karena produksi minyak terus menurun dan tidak adanya pembangunan kilang minyak baru sejak 1994 silam. “Pengalaman saya selama di DPR, apa yang dijanjikan oleh BPMigas atau SKKMigas tentang besaran lifting minyak yang diasumsikan dalam setiap usulan RAPBN oleh Pemerintah, dalam kenyataannya tidak pernah dapat dicapai,” katanya.
Komentari tentang post ini