Tantangan selanjutnya kata dia belum adanya Undang-Undang Pelaporan Keuangan di Indonesia. Padahal, Undang-Undang ini sangat diperlukan sebagai legal back up kewajiban perusahaan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku, serta kewajiban manajemen untuk bertanggung jawab atas laporan keuangan perusahaan.
“Kita juga masih menunggu selesainya proses adopsi International Standard on Auditing ke dalam Standar Profesional Akuntan Publik, serta harus secara cermat memperhatikan implementasi berbagai regulasi oleh para pelaku,” jelas dia.
Sebagai lembaga pengatur dan pengawas seluruh kegiatan sektor jasa keuangan, OJK ujar Hadad mendukung sepenuhnya program konvergensi IFRS ini. Karena itu, OJK meminta semua stakeholders untuk membantu IAI dalam mensukseskan implementasi dari konvergensi IFRS sehingga industri jasa keuangan kita dapat berdiri sejajar dengan dunia internasional,” imbuh dia.
Lebih jauh dia mengatakan, keterbukaan informasi yang lebih baik sangat dibutuhkan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pasar internasional.
“Kita dapat memajukan investasi di negara kita yang dalam lima tahun kedepan diharapkan mencapai lebih dari 10.000 triliun rupiah guna mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan,” harap dia.
Untuk dapat menerapkan IFRS dengan baik, kata dia kesiapan profesi-profesi penunjang seperti notaris, aktuaris, penilai, akuntan publik juga harus ditingkatkan profesionalismenya. Di masa depan OJK siap bekerjasama dengan IAI untuk program-program sertifikasi profesi demi profesionalisme akuntan yang lebih baik.
“Bila akuntan manajemen dan akuntan publik kualitasnya lebih baik maka tentunya laporan keuangan perusahaan publik juga akan lebih transparan dan lebih baik lagi,” tegas dia.