JAKARTA-Di tahun 2003-an, saya mengikuti kursus fotografi yang diadakan oleh Remaja Islam Masjid Sunda Kelapa (RISKA), Menteng, Jakarta Pusat. Setelah beberapa minggu mengikuti pelajaran di kelas tentang teknik memotret yang baik dan benar, selanjutnya peserta diajak untuk hunting foto, sebuah istilah untuk memotret foto di sebuah tempat yang dirasa mempunyai nilai keindahan atau kekhasan.
Senior di RISKA memilih Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai tempat hunting foto sebab tempat itu dipilih selain mempunyai nilai sejarah juga karena tempat itu merupakan pelabuhan yang sangat berbeda dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya, yakni kapal yang bersandar adalah kapal kayu, kapal tradisional.
Rombongan pun berangkat dari Masjid Sunda Kelapa, Menteng, dengan naik beberapa mobil. Begitu tiba di pelabuhan, pengelola pelabuhan sangat terbuka dengan masyarakat, terbukti pelabuhan sangat terbuka buat umum. Masyarakat umum tidak ditarik biaya untuk menikmati pelabuhan yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi itu. Tak hanya itu, kedatangan para pemburu foto, foto wedding, dan wisatawan lain, tidak diusik oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab sehingga sangat menikmati suasana di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Di tempat itu, semua bisa melihat kapal-kapal yang bersandar dengan bebas, bahkan awak kapal kayu itu tidak masalah ketika para pengunjung naik ke kapal. Suasana yang lain pun juga enak seperti bisa melihat banyak buruh kapal yang menaikan barang-barang yang hendak diangkut. Pedagang kaki lima berada tak jauh dari kapal sehingga yang kehausan bisa membeli minuman dalam kemasan.
Pelabuhan yang terbuka untuk umum itu membuat Pelabuhan Sunda Kelapa tidak hanya untuk bongkar muat barang dari kapal-kapal tradisional namun juga sebagai tempat wisata. Kondisi yang demikian membuat saya sering mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa di saat-saat hari libur. Pihak Pengelola Pelabuhan Sunda Kelapa sepertinya menjadikan tempat itu tak sekadar sebagai pelabuhan namun juga sebagai obyek wisata dan seni, buktinya pada suatu ketika ada ada panggung yang mempertunjukan kesenian betawi.
Apa yang dilakukan oleh pengelola Pelabuhan Sunda Kelapa ini patut diberi apresiasi sebab menciptakan suasana pelabuhan yang nyaman, menjadikan lokasi wisata tanpa mengurangi fungsinya sebagai pelabuhan. Sebagai pelabuhan yang dilabuhi kapal-kapal tradisional, itu menunjukan PT. Pelabuhan Indonesia tetap memberi ruang yang besar kepada pemilik kapal tradisional.
Dengan memberi ruang yang lebar kepada pemilik kapal tradisional menunjukan bahwa PT. Pelabuhan Indonesia menjaga dan merawat bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim. Sebagaimana diketahui bangsa Indonesia awalnya adalah kumpulan suku-suku yang mempunyai budaya maritim. Mereka suka mengarungi lautan jauh tidak hanya untuk menangkap ikan namun juga untuk berdagang, berwirausaha, menjalin komunikasi dengan suku yang lain, dan aktivitas lainnya.
Kebiasaan yang demikian, sebagai bangsa maritim, sepertinya sudah mulai luntur sebab pembangunan negara ini sekarang cenderung berorientasi ke darat. Dengan adanya Pelabuhan Sunda Kelapa maka membuat budya maritim tetap terjaga. Pembuat perahu-perahu kayu tetap terjaga keberadaannya. Awak dan nakhoda kapal kayu yang berlayar dari dan ke Pelabuhan Sunda Kelapa dari berbagai penjuru nusantara pun diambil dari bakat-bakat alam yang tumbuh dari budaya maritim Indonesia.
Mengapa Pelabuhan Sunda Kelapa yang sudah ada sejak Abad XII mampu bertahan hingga sekarang? Jawabannya adalah, pertama, Pelabuhan Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang strategis, terbukti dari jaman dulu pelabuhan itu menjadi rebutan dari bangsa pihak, mulai antar kerajaan di nusantara sampai bangsa-bangsa di Eropa. Sekarang meski ada tempat-tempat strategis yang lain namun Pelabuhan Sunda Kelapa tetap strategis sebab berada di Jakarta, ibu kota Indonesia. Sebagai mana kita ketahui Jakarta disanggang oleh banyak wilayah seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, dan daerah lainnya. Di daerah-daerah itu banyak industri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan sehari-hari itu didistribusikan ke berbagai penjuru nusantara dan dunia. Salah satu pintu distribusi itu adalah Pelabuhan Sunda Kelapa.
Kedua, menunjukan bahwa pengelola pelabuhan itu dilakukan secara baik dan benar. Baik dan benar di sini berarti manajemen pengelolaan mampu memberi kepuasaan kepada pengguna jasa pelabuhan. Bila tidak baik dan benar tentu para pengguna akan memilih pelabuhan yang lain. Sebab pelayanan yang diberikan Pelabuhan Sunda Kelapa baik dan benar maka pelabuhan itu tidak pernah sepi dari kapal-kapal kayu besar yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Ketiga, Pelabuhan Sunda merupakan merupakan yang ikut menjaga bangsa Indonesia yang berbudaya maritim. Dengan adanya pelabuhan yang banyak menampung kapal tradisional atau kapal kayu, maka masyarakat tradisional yang berbudaya laut, keberadaannya tetap terjaga.
Keempat, di sini menunjukan bahwa pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa tidak hanya pada aspek fungsi pelabuhan namun juga aspek-aspek lain seperti wisata, cagar budaya, dan ikon kota. Dengan adanya rencana Revitalisasi Kota Tua Jakarta, ke depan Pelabuhan Sunda Kelapa akan lebih tertata rapi, menarik, dan bisa menjadi warisan dunia. Dengan adanya Revitalisasi Kota Tua, Pelabuhan Sunda Kelapa akan banyak bercerita soal pelabuhan itu dan budaya-budaya maritim yang pernah jaya di Indonesia. Ini didukung dengan adanya Museum Bahari, Gedung VOC, Menara VOC, dan saksi-saksi bisu lainnya tentang aktivitas bangsa Spanyol, Portugis, Belanda, dan bangsa lainnya dalam beraktivitas di Jayakarta melalui Pelabuhan Sunda Kelapa.
Pelabuhan Sunda Kelapa akan menjadi percontohan bagi pelabuhan yang lain baik di Indonesia atau luar negeri. Sebuah contoh menggabungkan pelayanan pelabuhan dan tetap menjaga aspek-aspek sebelumnya. Manajemen Pelabuhan Sunda Kelapa yang saat ini mampu menjaga pelabuhan itu tetap berdenyut tidak hanya perlu dipertahankan namun juga wajib untuk dikembangkan. (Ardi Winangun)
Komentari tentang post ini