Tetapi, apa yang dilakukan pemerintah tidak seperti itu. Per November 2020, pemerintah sudah menarik utang untuk menutupi defisit anggaran sebanyak Rp1.104,8 triliun.
Sehingga terjadi kelebihan Pembiayaan Anggaran, dinamakan SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran), sebesar Rp221,1 triliun. Setara 25 persen dari defisit anggaran. Besar sekali.
Pengelolaan APBN dan Keuangan Negara seperti ini sangat membahayakan perekonomian nasional.
Selain juga bisa melanggar UU. Oleh karena itu, mohon Dewan Yang Terhormat mengevaluasinya secara cermat dan seksama.
Pertama, saldo akumulasi SiLPA (atau juga Saldo Anggaran Lebih (SAL)) per akhir tahun 2019 tercatat Rp212,7 triliun.
Pertanyaannya, kenapa uang ini tidak digunakan untuk Belanja Negara dan menutupi defisit anggaran?
Sebaliknya, pemerintah bahkan menambah SiLPA Rp221,1 triliun hanya dalam periode 11 bulan tahun 2020 ini.
Akibatnya, saldo akumulasi SiLPA per akhir November 2020 membengkak menjadi Rp433.8 triliun.
Kelebihan penarikan utang (SiLPA) ini sebenarnya tidak diperlukan, dan mubazir.
Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”