Oleh: Anthony Budiawan
Menteri Keuangan yang Terhormat.
Akhir-akhir ini rakyat dibuat bingung lagi dengan manuver kebijakan pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara terkait peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang.
Surat ini tidak membahas apa arti wakaf secara umum dan wakaf uang secara khusus.
Surat ini mencoba membahas wakaf uang dalam konteks ekonomi makro, kebijakan publik dan fiskal atau keuangan negara.
Sedangkan untuk pengertian wakaf uang yang sempat mengundang kontroversi, apakah sah atau tidak, biarlah diserahkan kepada pendapat para ahli dibidangnya masing-masing.
Pertama, mengenai fiskal dan Keuangan Negara.
Dalam undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dijelaskan bahwa pemungutan pendapatan negara harus terlebih dahulu ditetapkan dengan undang-undang (pasal 8 huruf e).
UU juga menjelaskan, pendapatan negara hanya terdiri dari tiga jenis, yaitu penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah (pasal 11 ayat (3)).
Sedangkan hibah hanya boleh dilakukan, pertama, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seperti dijelaskan pasal 22 ayat(2) dan ayat (3).
Kedua, antara pemerintah pusat dengan pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR, sesuai pasal 23 ayat (1).
Dan ketiga, antara pemerintah dengan perusahaan negara/daerah setelah terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD, sesuai pasal 24 ayat (1) dan ayat (2).
Menteri Keuangan Yang Terhormat
Rakyat bertanya-tanya apakah wakaf uang yang dimaksud dalam Gerakan Nasional Wakaf Uang termasuk salah satu dari tiga jenis pendapatan negara tersebut di atas: pajak, bukan pajak atau hibah?
Kemudian, apakah jenis pungutan wakaf uang yang dimaksud sudah ditetapkan oleh undang-undang seperti di maksud pasal 8 huruf e dalam UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara?
Kami perkirakan wakaf uang tidak ternasuk pungutan pajak dan bukan-pajak.
Komentari tentang post ini