JAKARTA – Tim Advokasi Untuk Demokrasi Sektor Keadilan Pajak (TAUD-SKP) dan pengacara publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengajuan permohonan Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Uji materiil ini diajukan karena regulasi kenaikan PPN 12% masih tetap berlaku meski secara faktual, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan Peraturan Menteri terkait rekayasa perhitungan matematis kenaikan PPN 12% yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2025 sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1) UU HPP.
“Masih tetap berlakunya PPN 12% dalam UU HPP berpotensi menyulitkan ekonomi masyarakat dan memperberat daya beli Masyarakat,” ujar Afif Abdul Qoyim kuasa hukum Para Pemohon yang tergabung dalam TAUD-SKP.
Hal ini diperparah dengan ketentuan UU HPP yang menghapus jenis jasa yang tidak dikenai PPN, yaitu jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pendidikan, dan jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri sebagaimana diatur dalam pasal pasal 4A ayat (3) UU HPP.