JAKARTA-Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai tidak diaturnya mekanisme ISDS di dalam Perjanjian RCEP adalah langkah tepat yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini merupakan kemenangan kecil perjuangan kelompok masyarakat sipil yang terus mendesak Pemerintah Indonesia untuk tidak memasukan mekanisme ISDS ke dalam perjanjian perdagangan dan investasi internasional yang sedang dirundingkan seperti RCEP dan EU CEPA.
Meskipun saat ini RCEP tidak mengatur mekanisme ISDS, namun perjanjian tersebut membuka peluang agar dalam lima tahun ke depan isu mekanisme ISDS dibahas kembali oleh para anggotanya.
“Tidak mengatur mekanisme ISDS dalam RCEP sudah sangat tepat. Ini adalah kemenangan kecil dalam perjuangan masyarakat sipil yang secara terus menerus mendesak Pemerintah selama proses perundingan. Dan seharusnya hal ini harus secara konsisten dipertahankan oleh Pemerintah Indonesia, sehingga tidak perlu ada pembahasan kembali soal ini di RCEP dalam lima tahun mendatang,” tegas Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti dalam keterangannya, Jumat (25/10).
Selama ini, IGJ bersama-sama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi kerap melakukan kritik terhadap mekanisme ISDS yang telah menyeret Indonesia ke meja arbitrase internasional atas gugatan investor asing. Mekanisme ISDS adalah hak ekslusif yang diberikan kepada investor asing dalam perjanjian perdagangan dan investasi internasional, sehingga negara tersandera dengan kepentingan investor ketimbang perlindungan kepentingan rakyat luas.
Bahkan kritik terhadap mekanisme ISDS juga dilakukan oleh negara baik di utara maupun selatan. Peninjauan kembali dan penghentian terhadap Bilateral Investment Treaty (BIT) kerap dilakukan. Termasuk upaya melakukan reformasi terhadap mekanisme ISDS sedang dibahas pada level global pada sidang UNCITRAL yang telah berlangsung sebanyak lima sesi di Vienna bulan Oktober ini.
“Indonesia tidak sendirian mengkritik Mekanisme ISDS. Tidak tercapainya kata sepakat mengenai mekanisme ISDS dalam RCEP adalah bukti kuat penolakan negara anggota RCEP terhadap ISDS. Oleh karena itu, dilema perlindungan investasi tidak perlu dijawab dengan mekanisme ISDS atau yang serupa. Kita sudah punya mekanisme judisial pada level nasional yang juga kerap dipakai oleh investor untuk memprotes kebijakan pemerintah,” tuturnya.
“Tinggal, ke depan Pemerintah Indonesia harus melakukan penegakan hukum terhadap praktek korup di lembaga peradilan sehingga kredibel dan tinggi integritasnya. Sehingga, keadilan dapat dirasakan tidak hanya oleh investor, tetapi juga masyarakat pencari keadilan yang terdampak dari kebijakan pemerintah yang memfasilitasi kegiatan investasi,” terang Rachmi.
Komentari tentang post ini