“Kita di Indonesia belum terlalu menganggap ini masalah, belum banyak orang yang membicarakan krisis iklim di rumah ibadah dan perhatian dari tokoh agama juga sangat sedikit, sehingga masyarakat tidak anggap ini sebagai masalah serius,” katanya.
Ia menyatakan, poin-poin dalam komitmen itu masih perlu dikonkretkan dengan mulai dari yang sederhana di kalangan umat masing-masing agama, seperti menanam pohon, olah sampah, sampai pada yang lebih luas soal mempertanyakan komitmen pemerintah pada isu lingkungan.
Romo Yohanes Kristoforus Tara, dari divisi advokasi Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation [JPIC] Fransiskan berkata, mereka menerapkan sejumlah komitmen itu dalam pelbagai kebijakan lembaga.
“Kebetulan di Fransiskan, JPIC yang menangani bidang dialog dan ekologi dan sejumlah poin komitmen itu telah kami jalankan selama ini dalam upaya advokasi kami terhadap masalah pertambangan, geothermal, dan isu lainnya,” katanya.
“Dengan komitmen bersama ini, kami memperkuat kembali energi untuk berjuang dan kini bersama lembaga-lembaga agama lainnyaa,” katanya.
Ia menyatakan, dialog ini juga merupakan bagian dari upaya persiapan menyambut kunjungan Paus Fransiskus ke Jakarta bulan depan.