Juga ada suara-suara keras dari mesin yang mengganggu kenyamanan warga.
Kemudian, bermunculan bedeng lainnya dan bahkan ada satu bedeng besar untuk jual beli dan reparasi motor tua.
Tadinya, bedeng- bedeng tersebut tampak sederhana. Tetapi, lama kelamaan terlihat menjadi bangunan semi permanen. Lingkungan menjadi kumuh.
Tampak tumpukan kayu juga berserak ban bekas, kursi bekas, oli, karet, serbuk, dan lain sebagainya.
Selain itu, tempat tersebut kerap didatangi sejumlah orang yang tidak dikenal oleh pengurus RT dan menimbulkan kerumunan.
Mereka mengundang atau mendatangkan orang tanpa laporan ke RT.
Awal pertama bedeng muncul, warga merasa kecolongan.
Sebulan setelahnya petugas RT melayangkan komplain ke pemilik bedeng agar menghentikan aktivitas.
Mereka akhirnya datang setelah mendapat 3 kali surat teguran.
Lalu, berjanji akan berhenti menggunakan lahan untuk memutilasi bus.
Tetapi, hingga saat ini, bedeng-bedeng tetap berdiri dan beraktivitas. Warga juga sudah melayangkan protes dan aduan mulai ke pemilik bedeng, Lurah, Camat hingga Wali Kota Tangsel untuk menertibkan semua bedeng yang ada karena tidak ada izin resmi dari warga serta dinilai mengganggu kenyamanan dan kesehatan, mengotori lingkungan, serta mengancam amdal.
Sayangnya,hingga kini belum ada respon dan tindakan dari pemerintah setempat.
“Semua pejabat daerah yang kami surati, belum memberikan tanggapan. Kami hanya mendapat tanda terima bahwa surat pengaduan telah diterima. Begitu lambat dan tidak ada kepastian hingga kini membuat warga semakin resah sebab peruntukan lahan memang bukan untuk usaha,” terangnya.
“Kami berharap agar Pemerintah Kota Tangsel dapat mengambil tindakan tegas agar Perumahan Puri Madani 2 tidak dimanfaatkan untuk usaha liar, kegiatan yang merusak lingkungan, dan mengganggu ketentraman warga,” tutup Isran.
Komentari tentang post ini