JAKARTA-Perintah penahanan pasca vonis dibacakan oleh Majelis Hakim dalam perkara pidana penistaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama pada tanggal 9 Mei 2017, tidak sekedar kontroversial akan tetapi juga menjadi ajang pertunjukan kesewenang-wenangan Majelis Hakim.
Apalagi, hakim memerintahkan penahanan tanpa menyebutkan lamanya masa penahanan.
Penahanan Majelis Hakim terhadap Ahok harus didasarkan pada ketentuan pasal 26 KUHAP, namun dalam kenyataannya Majelis Hakim melihat Ahok berada pada posisi kooperartif mengadapi persudangan hingga vonis dibacakan.
“Pertanyaannya mengapa ketika kewenangan untuk menahan bagi Majelis Hakim sudah tidak ada, lagi pula Ahok dinyatakan kooperatif dan berlaku sopan dalam persidangan hingga mendapatkan bonus berupa keringanan hukuman (menurut Majelis Hakim), namun Ahok tetap diperintahkan untuk ditahan,” tanya Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Jakarta, Minggu (14/5).
Petrus melansir sejumlah kejanggalan sikap Majelis Hakim yang tercermin dalam putusan perkara Ahok.
Komentari tentang post ini