Hal itu terlihat dari begitu minimnya Majelis Hakim menggali dan mengelaborasi sejarah lahirnya pasal 156a KUHP dan suasana kebatinan dan dinamika perdebatan para pihak dan pihak terkait ketika pasal 156a KUHP dan UU No. 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama diuji tentang konstitusionalitasnya di MK tahun 2009 dan tahun 2012.
Hakim konstitusi dalam pertimbangannya bahwa penerapan sanksi pidana dalam pasal 156a KUHP merupakan sanksi yang bersifat “ultimum remedium”.
Artinya pemidanaan terhadap Ahok dengan menggunakan pasal 156a KUHP, harus merupakan upaya terakhir.
Karenanya terhadap Ahok tidak dapat dikenakan sanksi pidana pasal 156a KUHP karena menurut pasal 2 UU No. 1/PNPS Tahun 1965 yang melahirkan pasal 156a KUHP, Ahok harus diberi peringatan terlebih dahulu.
Dan jika tetap melanggar baru perbuatan Ahok dikualifikasi sebagaitindak dipidana dan dapat diproses dengan sanksi pidana menururt pasal 156a KUHP.
“Sebagai kasus yang menarik perhatian media internasional bahkan dunia, maka penampilan Majelis Hakim dalam mengadili perkara Ahok sungguh-sungguh memalukan,” tegasnya.
Komentari tentang post ini