Oleh: Ferlansius Pangalila
Rp 11,8 Triliun bukan angka yang kecil, boleh jadi ini adalah jumlah terbesar yang dikembalikan ke negara dari perkara korupsi.
Walau angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan potensi kerugian negara akibat korupsi dalam kasus Pertamina awal tahun 2025 sebesar Rp.193,7 Triliun dan kasus PT Timah tahun 2024 sebesar Rp.300 Triliun.
Meski demikian nilai yang dikembalikan oleh Grup Wilar ini boleh dianggap sebagai kemenangan Negara dalam melawan korupsi atau hanya sebagai ilusi keberhasilan?
Uang Kembali, Keadilan Kemana?
Sekilas adalah kemenangan, masyarakat boleh senang dulu, namun menimbulkan pertanyaan fundamental terkait keadilan substansial yang merupakan tujuan penegakan hukum.
Hal ini bisa menjadi preseden buruk, bahwa kejahatan korupsi oleh korporasi dapat ditebus dengan uang kapan saja, tanpa pertanggungjawaban hukum.
Keadilan bukan sekadar soal uang kembali. Ia adalah proses memastikan siapa pun yang melanggar hukum harus bertanggung jawab.
Kecurigaan muncul ketika sebelumnya kasus ini diputus Onslag, oleh Majelis Hakim TIPIKOR, yang belakangan diduga menerima suap sebesar Rp 60 Miliar.