Oleh: Mohamad Guntur Romli
Selasa 5 September malam, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo purna tugas dan bersama keluarganya meninggalkan rumah dinas “Puri Gedeh”.
Saat meninggalkan rumah dinas yang sudah ditempati selama 10 tahun, Mas Ganjar nyetir sendiri.
Di sampingnya istrinya Ning Siti Atikoh.
Diikuti satu mobil belakang dari keluarganya.
Seluruh staf dan pegawai di rumah dinas berjejer melepas Mas Ganjar.
Saya mengabadikan momen itu melalui ponsel saya.
Setelah mobil yang dikemudikan Mas Ganjar keluar dari rumah dinas, potongan video itu mau saya unggah di akun medsos saya, saya bertanya kepada staf-staf di rumah dinas itu.
“Mas Ganjar keluar dari rumah dinas ini, mau ke rumah pribadinya di daerah mana di Semarang?” tanya saya.
“Pak Gub mau nginap di rumah kakaknya di Manyaran Semarang, masih numpang,” jawab seorang staf.
Tapi staf yang lain agak memprotes karena staf yang menjawab menggunakan istilah “numpang”.
“Jangan disebut numpang lah, kan itu rumah kakaknya, masa di rumah keluarga sendiri disebut numpang, bilang saja nginap di rumah kakaknya gitu,”
“Loh Mas Ganjar gak punya rumah pribadi di Semarang?” Tanya saya untuk menengahi perdebatan istilah “menumpang”.
“Enggak Mas, rumah Pak Gub dari dulu ya di Jogja, enggak ada di Semarang,”
Saya terkejut, 10 tahun Mas Ganjar jadi Gubernur Jawa Tengah dan sudah tinggal di Semarang tapi tidak punya rumah di Semarang, atau di sekitar Semarang.
Saya tertegun, karena saking fokusnya melayani warga Jawa Tengah, sampai-sampai Mas Ganjar tidak peduli pada kebutuhan pribadi dan keluarganya, tidak memikirkan rumah pribadi di Semarang, ketika harus keluar dari rumah dinas pun, dia harus “menumpang” di rumah kakaknya di Semarang.
Komentari tentang post ini