Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama KH. Maimoen Zubair sangat kuat. Kemudian, beliau meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, beliau mengaji kepada KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuki.
Pada usia 21 tahun, Maimoen Zubair melanjutkan pendidikannya ke Makkah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syuáib. Di Makkah, mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
KH. Maimoen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, KH. Bisri Musthofa (Rembang), KH. Wahab Chasbullah, KH. Muslih Mranggen (Demak), KH. Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. KH. Maimoen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Komentari tentang post ini