JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melakukan penyelidikan penggunaan utang luar negeri karena sampai saat ini, pemanfaatan utang tidak tepat sasaran. Bahkan, utang yang diterima ini justru melahirkan industri korupsi di Indonesia. “Jadi, saya sangat setuju kalau utang ini diaudit. Penyelidikan oleh beberapa ekonom sejak 1985-1986, utang itu gali lobang tutup lobang. Artinya, utang yang diterima habis untuk bayar utang,” jelas pengamat perbankan Achmad Iskadar di Jakarta, Kamis (19/9).
Berdasarkan catatan redaksi www.beritamoneter.com, pasca krisis moneter pada tahun 1997/1998, utang luar negeri (ULN) pemerintah membengkak dalam jumlah sangat besar. Sebelum krisis, jumlah ULN pemerintah masih sekitar US$53,8 miliar. Karena pemerintah terus menambah pembuatan ULN baru, jumlahnya membengkak menjadi sekitar US$117.790 miliar pada April 2013 (Bank Indonesia, April 2013). Jika ditambah dengan Surat Berharga Negara, secara keseluruhan total utang pemerintah Indonesia hingga April 2013 telah mencapai Rp2.023,72 triliun (DJPU, Juni 2013). Atau rata-rata setiap warga negara Indonesia menanggung utang sekitar Rp 8,5 juta. Utang pemerintah di masa pemerintahan SBY mengalami peningkatan hingga mencapai Rp724,22 triliun dari akhir tahun 2004, dimana jumlah utang pemerintah masih sekitar Rp1.299,50 triliun. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda bahwa pemerintah akan mengurangi utang secara signifikan.
Komentari tentang post ini