JAKARTA-Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa pejabat publik, termasuk presiden dilarang membuat kebijakan yang menguntungkan salah satu paslon.
“Ini pelanggaran pidana. Kita akan tes kebijakan mengeluarkan bansos yang dirapel menguntungkan salah paslon atau tidak? Kita kerja dengan pembuktian butuh proses, waktu, dan ada aturan,” ujar Refly di Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Menurut dia, kebijakan pembagian bansos diduga menguntungkan paslon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hal itu akan dibuktikan melalui jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) dan hak angket di DPR.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menegaskan, banyak indikasi kecurangan Pemilu 2024 tetapi sulit dibuktikan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan MK.
Hal ini menyebabkan para politikus, aparat kekuasaan cenderung sewenang-wenang melakukan kecurangan. DPR dan pemerintah, kata Adi, harus membuat regulasi yang jelas soal politik uang.
Dikatakan, bahwa indikasi kecurangan akan sulit dibuktikan jika menggunakan terminologi peraturan dan hukum, tapi kalau menggunakan parameter ‘common sense’ maka indikasi kecurangan itu banyak terjadi.
Misalnya, politik uang dan politisasi bansos menjelang Pemilu 2024.
“Dalam undang-undang disebut bahwa politik uang itu adalah memberikan uang dan barang untuk mempengaruhi pemilih. Kalau memberikan uang dan barang niatnya untuk masuk ke surga itu bukan politik uang dan itu yag terjadi di depan mata kita,” kata Adi.
Lebih lanjut, kalau seorang calon memberi uang, sembako, kerudung dan tidak diniatkan mengajak memilih calon tertentu serta tidak ada penyampaian visi misi, kemudian dibawa ke Bawaslu dan MK, ujarnya, sampai kiamat pun dianggap tidak melakukan pelanggaran pemilu karena tidak ada ajakan.
Komentari tentang post ini