Oleh: Emrus Sihombing
Ada yang sangat unik terkait dua jabatan dipegang oleh orang yang sama, Budi Gunadi (BG), di dalam suatu lingkup institusi pengelolaan BUMN kita.
Setelah BG diangkat Presiden sebagai Wakil Menteri (Wamen) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tidak lama kemudian orang yang sama memegang posisi Wakil Komisaris Utama (Wakomut) PT. Pertamina (persero), salah satu usaha bisnis di Kementerian BUMN.
Dua jabatan dipegang oleh orang yang sama, selain tidak lazim juga tidak produktif baik aspek sosiologi dan psikologi maupun capaian kinerja bagi yang bersangkutan, tentu juga bagi semua karyawan di sekitarnya.
Dari aspek publikpun, dua jabatan yang dipegang sekaligus oleh BG bisa menimbulkan berbagai sepekulasi, antara lain dengan dua pertanyaan kritis.
Pertama, apa hanya BG, dari 200 juta penduduk Indonesia, yang mempunyai kemampuan luar biasa sehingga harus diposisikan pada dua jabatan yang sangat strategis? Lagipula jabatan itu berada pada peran yang berbeda untuk melakukan checks and balances.
Kedua, mengapa harus orang yang sama “dipaksakan” pada pada posisi regulator dan sekaligus eksekutor? Dua pertanyaan ini harus menjadi pemikiran kita bersama untuk menemukan solusi, utamanya kementerian BUMN, dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Sebab dua jabatan ini, dipastikan BG melakukan peran atau fungsi yang berbeda pada rel yang berbeda pula dalam satu “rumah besar” BUMN.
Jabatan dan peran tersebut, menurut saya, seharusnya tidak berada pada sosok yang sama dalam suatu institusi atau usaha bisnis untuk menjaga objektivitas, netralitas dan independensi.
Sebagai Wamen dan Wakomut, membuat dirinya berada pada dua status yang berbeda dan dua peran yang berbeda pula pada satu garis lurus dalam suatu manajemen.
Oleh karena itu, keseharian dalam melaksanakan tugasnya, dipastikan BG mempunyai tiga perilaku atau “pertunjukan simbol” yang saling berinteraksi satu dengan yang lain secara simultan.
Pertama, sebagai Wamen dan atau sebagai Wakomut.
Kedua, sebagai Wakomut dan atau Wamen. Ketiga, sebagai Wamen sekaligus Wakomut.
Tiga “pertunjukan simbol” ini dipastikan akan sangat “merepotkan” dan “melelahkan” bagi BG sendiri, bagi Ahok dan bagi karyawan di sekitarnya.
Karena itu, saya menyarankan kepada menteri BUMN meninjau kembali jabatan BG sebagai Wakomut Pertamina. Biarlah BG sebagai Wamen saja.
Yang lebih substantif (mendasar) lagi, dengan dua jabatan dalam sutu garis di dalam suatu manajemen, terbuka lebar terjadi conflict of interest.
Regulator merangkap operator agent. Ini sangat tidak baik dalam rangka menciptakan suatu institusi atau perusahaan sehat. Tentu, tak terkecuali Kementeraian BUMN atau Pertamina.
Hal yang tak kalah pentingnya bahwa Kementerian BUMN bukan holding dari sejumlah usaha bisnis. Kementerian BUMN sama dengan Kementerian lain adalah regulator yang membuat undang-undang sebagai wakil pemerintah bersama legislatif, peraturan, dan kebijakan terkait pengelolaan keseluruhan, atau sebagian atau salah satu bidang usaha yang berada di bawah “payung” Kementerian BUMN, Pertamina misalnya.
Komentari tentang post ini