Dia menjelaskan, gambaran mengenai ancaman terhadap kualitas proses Pilkada DKI sudah tergambar pada pelaksanaan Pilkada putaran pertama.
Indikasinya, begitu banyak kasus terkait pemilih yang gagal menggunakan hak pilih.
Akan tetapi, sasus-kasus itu terkubur begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban etis KPUD.
Misalnya mengundurkan diri karena gagal menjamin terlaksananya hak politik warga negara.
“Jika KPUD terus memelihara kebiasaan mereka membuat masalah, maka tak ada jaminan pelaksanaan Pilkada putaran kedua akan menjadi lebih berkualitas. Tak ada jaminan bahwa hak pilih warga negara akan sungguh diprioritaskan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Lucius menegaskan, jika KPUD melalaikan hak pilih dan enggan bertanggung jawab secara moral atas kegagalan warga negara menggunakan hak pilih, maka komisioner KPUD semacam ini sangat tidak pantas dipertahankan.
Nasib DKI dan warganya tidak bisa dipertaruhkan pada komisioner-komisioner tak profesional, dan tak bertanggung jawab seperti yang saat ini tengah menjadi sorotan.
“Pengabaian hak pilih warga negara merupakan cacat luar biasa yang harusnya membuat KPUD tak saja harus malu, tetapi harus memastikan bahwa integritas pemilu tak boleh terganggu karena ketidakprofesionalan atau ketak-ber-integritas-nya penyelenggara,” ucapnya.
Seperti diketahui, pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat walk out pada saat rapat pleno KPU DKI Jakarta Jumat lalu.
Aksi ini sebagai respon atas ketidakdispilinan KPU DKI Jakarta sebagai penyelenggara. Artinya, KPUD gagal memperlihatkan profesionalisme yang berujung pada molornya waktu pelaksanaan rapat pleno.