JAKARTA-Greenpeace Indonesia menilai, pemanfaatan biomassa sebagai campuran batubara untuk bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau co-firing yang disebut-sebut sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, adalah hal yang keliru dan merupakan solusi semu.
Menurut peneliti iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Adila Isfandiari, sejauh ini bahan baku sampingan yang digunakan untuk co-firing adalah sampah dan limbah hasil perkebunan, seperti cangkang sawit (palm kernel shell/PKS), namun penggunaan sampah dan PKS justru berpotensi menambah permasalahan baru.
“Akar masalah dari besarnya emisi gas rumah kaca (GRK) kita adalah keberadaan PLTU itu sendiri. Indonesia seharusnya langsung melakukan lompatan besar dari PLTU batubara ke energi bersih dan terbarukan,” ujar Adila dalam keterangan resmi Greenpeace yang dilansir di Jakarta, Selasa (29/9).
Berdasarkan dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia, sektor energi diproyeksikan menjadi kontributor emisi terbesar pada 2030, menyusul sektor kehutanan.