Oleh: Ezra Nazula
Di tengah kondisi pandemi yang mempengaruhi ekonomi, kinerja pasar obligasi sepanjang tahun ini berhasil mencatatkan kinerja positif.
Faktor apa yang mendukung kinerja pasar obligasi?
Pasar obligasi mencatat kinerja yang baik tahun ini, mengacu pada indeks obligasi BINDO per akhir November pasar obligasi mencatat penguatan 12,68%.
Dalam kondisi ketidakpastian ekonomi, kelas aset obligasi menjadi salah satu pilihan bagi investor untuk mengurangi tingkat risiko portofolio.
Secara umum kinerja pasar obligasi didukung oleh beberapa faktor:
Faktor pertama adalah tren penurunan suku bunga secara global termasuk di Indonesia. Kondisi ini menjadi iklim yang suportif bagi pasar obligasi, terutama bagi investor yang mencari yield lebih menarik di tengah tren penurunan suku bunga.
Faktor kedua adalah stimulus dari bank sentral yang meningkatkan likuiditas di sistem finansial. Tingginya likuiditas di sistem finansial meningkatkan permintaan untuk obligasi, karena perbankan yang mengalami kelebihan likuiditas dapat memarkir dananya di obligasi.
Faktor ketiga adalah bank sentral dan pemerintah yang berhasil menjaga kredibilitas. Peranan otoritas dan regulator dalam menerapkan kebijakan yang tepat dan kredibel sangat penting untuk menjaga keyakinan pasar di tengah kondisi pasar yang volatil.
Secara umum pemerintah dan Bank Indonesia berhasil melakukan hal tersebut, terlihat dari permintaan investor domestik yang kuat dan investor asing yang mulai kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia.
Setelah tahun 2020 yang cukup positif bagi pasar obligasi, bagaimana Anda memandang tahun 2021? Apakah masih ada potensi menarik dari pasar obligasi?
Kami melihat 2021 sebagai tahun pemulihan ekonomi, melanjutkan tema dari semester II-2020 di mana data ekonomi mulai menunjukkan perbaikan. Secara makroekonomi kami melihat beberapa faktor yang dapat menjadi tema utama pasar di tahun 2021:
Kebijakan moneter dan fiskal tetap akomodatif di pasar global dan domestik untuk mendukung proses pemulihan ekonomi.
Kembalinya aliran dana asing ke pasar negara berkembang untuk mencari imbal hasil atau potensi pertumbuhan pada aset finansial negara berkembang di tengah rendahnya tingkat inflasi dan suku bunga bank sentral global.
Tren pelemahan USD masih akan berlanjut di 2021 karena kebijakan moneter dan fiskal AS yang tetap akomodatif. Sementara itu fundamental Rupiah tetap baik dengan inflasi rendah, adanya ruang penurunan suku bunga, dan arus dana asing yang mulai kembali masuk sehingga meningkatkan daya tarik obligasi Indonesia walau yield sudah turun di 2020.
Permintaan investor lokal untuk obligasi diperkirakan akan tetap suportif di 2021, karena likuiditas pasar yang masih melimpah di tengah kebijakan fiskal dan moneter akomodatif, sementara pertumbuhan kredit masih relatif rendah.
Ketersediaan dan distribusi vaksin akan menjadi perhatian pasar yang dapat menjadi katalis bagi pasar, namun juga dapat menjadi faktor risiko.
Kami memandang faktor-faktor di atas merupakan faktor yang suportif bagi pasar obligasi Indonesia di 2021. Obligasi Indonesia masih menawarkan tingkat real yield yang menarik di antara negara berkembang lain.
Sebagai gambaran, real yield obligasi 10-tahun Indonesia saat ini di kisaran 4,6%, sementara Filipina -0,5% dan India -1,7%, yang menjadikan daya tarik tinggi bagi obligasi Indonesia. Dengan dinamika global dan domestik tersebut kami memproyeksikan imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun dapat berpotensi turun ke level 5,5 – 6,0% di 2021, sehingga masih memberikan potensi upside bagi investasi di pasar obligasi.
Joe Biden terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat dalam Pemilu November lalu. Bagaimana dampak dari perubahan kepemimpinan AS ini terhadap pasar?
Komentari tentang post ini