Oleh: MH. Said Abdullah
Wacana Pemerintah untuk mencabut subsidi LPG 3 Kg perlu diluruskan kembali. Masyarakat menangkap, pencabutan subsidi tersebut berlaku untuk semua kalangan. Keresahan masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu tentu beralasan, sebab selama ini mereka mengandalkan LPG 3 Kg, sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan usaha yang sedang mereka jalankan.
Padahal yang terjadi, Pemerintah sedang berencana untuk menata kembali model pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkannya, serta mendorong agar masyarakat kategori mampu untuk membeli dengan harga pasarnya. Sehingga tidak membebani APBN setiap tahunnya.
Persoalan distribusi subsidi LPG 3 Kg telah menjadi persoalan tahunan yang belum terselesaikan oleh Pemerintah hingga hari ini.
Semenjak tahun 2006 penggunaan LPG 3 kg selalu membengkak, pada tahun 2006 subsidi LPG 3 kg sebesar Rp 24,9 triliun, kemudian mencapai puncaknya pada tahun 2018 sebesar Rp 58,1 trilun. Bahkan temuan BPK mengungkapkan, realisasi belanja subsidi tahun 2018 sebesar Rp 153,5 triliun melebihi pagu anggaran yang ditetapkan APBN sebesar Rp 94,5 triliun dan meningkat sebesar Rp 55,9 triliun dibandingkan dengan APBN tahun 2017.
Membengkaknya belanja subsidi dari tahun ke tahun disebabkan karena tidak berjalannya subsidi tertutup yang menjadi amanah konstitusi.
Pendistribusian LPG 3 Kg yang seharusnya dilakukan tertutup, sampai dengan saat ini masih dilakukan secara terbuka. Dengan pendistribusian yang bersifat terbuka, semua kalangan bebas untuk mendapatkannya dengan harga yang disubsidi oleh Pemerintah.
Inilah yang menyebabkan, Badan Anggaran DPR RI, setiap tahun selalu memberikan catatan terhadap Pemerintah, karena tidak menjalankan subsidi tertutup.
Wacana untuk mengatur kembali model pendistribusian subsidi LPG 3 Kg kembali digulirkan oleh Pemerintah.
Mulai dari menggunakan sistem geometrik, e-voucher, hingga menggunakan kartu. Model yang memanfaatkan teknologi memang baik, tapi jangan sampai nanti menyulitkan masyarakat penerima subsidi. Selain itu, penggunaan teknologi harus bisa terintegrasi dengan program bantuan sosial yang sudah berjalan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Integrasi Subsidi LPG 3 Kg
Pemerintah sudah memiliki berbagai program bantuan sosial yang sudah berjalan dengan baik selama ini. Antara lain, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Pangan, Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi), Bantuan Iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan dana cadangan untuk penanggulangan bencana alam.
Program tersebut, relatif sudah memiliki basis data yang cukup baik yang bersumber dari basis data terpadu. Data tersebut sudah bisa mengidentifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sosial, baik rumah tangga, keluarga maupun individu.
Penulis melihat, saat ini merupakan momentum untuk melakukan proses integrasi seluruh program bantuan dan perlindungan sosial dengan masyarakat penerima manfaat (MPM) subsidi energi khususnya LPG 3 Kg kedalam satu sistim yang komprehensif, berbasis pada data terpadu.
Proses integrasi ini akan semakin memudahkan dan menyederhanakan semua bantuan sosial dan subsidi yang akan diterima oleh masyarakat penerima manfaat dalam satu pintu dan pengawasan. Selain itu, manfaat yang dirasakan oleh masyarakat akan semakin meningkat.
Oleh sebab itu, penulis mengusulkan untuk penyaluran subsidi LPG 3 Kg bisa diintegrasikan dengan PKH dan BNPT, dengan cara subsidi yang sudah dialokasikan oleh Pemerintah dan DPR dalam APBN 2020 kemudian dikonversi menjadi bantuan dana yang dimasukkan kedalam program PKH dan BPNT.
Sehingga Pemerintah bisa memastikan bahwa pengalokasian subsidi LPG 3 Kg, sudah sesuai dengan target dan sasaran yang terdapat dalam PKH dan BPNT.
Komentari tentang post ini