Bahkan, setelah menghadirkan Boediono dan Jusuf Kalla di Pengadilan Tipikor, KPK pun telah melayangkan surat panggilan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan putranya, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
Keduanya perlu memberi keterangan kepada penyidik KPK sebagai saksi meringankan untuk Anas Urbaningrum, tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang.
Panggilan kepada SBY dan Ibas itu sejalan dengan permintaan Anas. Dia berhak mengajukan permohonan agar KPK memanggil pihak-pihak dapat menjadi saksi meringankan.
Langkah KPK yang satu ini pun terbilang spesial. Sebab, hingga kini, tidak atau bahkan belum terbayangkan bahwa para pemimpin dari sebuah institusi penegak hukum berani melayangkan panggilan kepada presiden guna didengarkan kesaksiannya dalam sebuah pemeriksaan oleh petugas penyidik.
Alasannya adalah perilaku ewuh pakewuh itu tadi. Sejak dulu, tindakan seperti yang dilakukan KPK itu justru dinilai lancang, karena para pejabat negara terlanjur memosisikan presiden sebagai the king can do wrong.
Lagi-lagi, KPK menghapus salah kaprah itu.
Efek Jera
Kalau rintangan atau hambatan psikologis menghadapi para elit pemimpin sudah ditembus, praktis tidak ada hambatan lagi bagi KPK untuk menghadapi atau menyergap para pejabat di bawahnya.
Kalau para elit hanya dihadirkan sebagai saksi, dalam rentang waktu yang sama di penghujung April hingga pekan kedua Mei 2014 ini, KPK menjaring sejumlah tersangka. Benar-benar periode yang sibuk dengan tangkapan lumayan besar.
Kejutan pertama adalah menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak periode 2002-2004.
Setelah itu, giliran mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK untuk kasus dugaan korupsi penggunana dana di Kesetjenan ESDM tahun anggaran (TA) 2012.
Tak berhenti sampai di situ, KPK kembali menjaring Ilham Arief Sirajuddin di hari terakhir masa jabatannya sebagai Walikota Makassar, Sulawesi Selatan.
Dia ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam proyek kerjasama kelola dan transfer PDAM Kota Makassar tahun 2006-2012.
Dan, di tengah ingar bingar isu tentang koalisi partai politik menuju Pilpres 2014, KPK menyergap dan menetapkan Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai tersangka kasus korupsi, karena diduga menerima suap Rp 4,5 milyar.
Komentari tentang post ini