Oleh: Saiful Huda Ems
Tahun 1992 -1993, saya pernah nyaris mau berjihad ke Bosnia untuk melawan Serbia yang saat itu membantai banyak Ummat Islam Bosnia yang mayoritas keturunan Turki.
Rencana awalnya mau berangkat dari Jerman bersama teman-teman Mujahiddin seperjuangan yang bermukim di beberapa kota di Jerman.
Namun setelah saya baca buku dari kakak saya yang alumnus Cairo Mesir, judulnya Post Modernisme Islam karya Akber S. Ahmed, antropolog Islam Pakistan yang sangat cerdas, toleran dan kaya wawasan, saya jadi merenung panjang dan bertobat.
Padahal sebelumnya saya telah mengadakan banyak pertemuan dengan Mujahidin-Mujahidin Bosnia, Palestina dan Afghanistan.
Apalagi saya juga waktu remaja itu dapat kiriman buku-buku (beberapa buku kiriman keponakan saya seorang aktivis yang saat itu tinggal di Jogjakarta) yang sangat mencerahkan karya alm. Prof. Nurcholish Madjid (Cak Nur), Prof. Azyumardi Azra, Prof. Qomaruddin Hidayat, Gus Dur, Prof. Immaduddin Abdurrahim (Bang Imad), Prof. Jalaludin Rahmat (Kang Jalal), Prof. Dawam Raharjo, Prof. Kuntowijoyo, Prof. Harun Nasution dll. yang kerap membuat saya menangis tersedu-sedu karena terharu oleh pemikiran-pemikiran keislamannya yang briliant, mencerahkan dan membebaskan.
Sejak saat itu saya semakin berusaha bertaubat dari pengaruh-pengaruh kelompok Islam eksklusif, radikal, fundamentalis, militansi yang tak terarah dan kerap disalahgunakan oleh sekelompok politisi berjubah agama untuk memusuhi ummat beragama lainnya, hingga konstribusi agama untuk kemajuan peradaban umat manusia nyaris tak ada lagi.
Dan Islam sebagai Ummatan Wasathan (ummat terbaik, adil dan seimbang dalam kehidupannya) bisa berubah menjadi Ummat Penonton.
Saya kemudian mulai lebih tertarik untuk mengumandangkan pentingnya toleransi beragama.
Ujian demi ujian atas tekad saya dalam mengumandangkan toleransi beragama dan kemerdekaan berkeyakinan terus datang bertubi-tubi, saya selalu dihadapkan dengan orang-orang non muslim yang mengecewakan saya dan hampir membuat saya putus asa untuk setia dalam cita-cita mengumandangkan toleransi beragama.
Karenanya saya pernah ada fase dalam kehidupan saya menjadi pengagum Osma Bin Laden yang sangat militan melawan hegemoni Barat terhadap negara-negara berpenduduk mayoritas Islam.
Namun alhamdulillah atas seizin Allah, saya juga ditunjukkan-Nya orang-orang non muslim yang baik-baik, yang mencintai dan menghormati saya apa adanya, yang selalu memiliki sikap tenggang rasa, bisa bekerjasama untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di muka bumi ini, hingga akhirnya saya semakin kokoh dalam pendirian, bahwa kita diciptakan oleh Tuhan sebagai manusia untuk saling mencintai dan menghormati satu sama lainnya.
Bahwa agama dan Tuhan kita berbeda.
Itu sesuatu yang berada diluar kehendak dan kendali kita.
Tuhan berfirman, jika Aku ingin menjadikan kalian sebagai satu ummat, tentu tak sulit bagiku.
Aku sengaja menjadikan kalian sebagai umat yang berbeda-beda, agar kalian satu sama lain bisa berdialog tentang diriKu.
Tuhan itu milik Barat dan Timur, tiada satupun yang dapat mengklaim sebagai kepunyaannya sendiri.
Siapa yang bersungguh-sungguh ingin menemukan kebenaran-Nya, niscaya akan ditunjukkan-Nya.
Salam persatuan ummat beragama.
Penulis adalah Lawyer dan Pengamat Politik di Jakarta
Komentari tentang post ini