Di masa lampau, terangnya, anggota Konfreria, merupakan kaum cerdik pandai yang mayoritas berprofesi sebagai guru.
Mereka ini dinilai memiliki kemampuan manajerial yang baik sehingga mampun menjalankan persiapan Semana Santa sejak 40 hari sebelum pelaksanaan tradisi itu.
Sekretaris Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) RD Fransiskus Emanuel da Santo mengatakan bahwa Kegiatan Semana Santa menurutnya merupakan upaya menghidupkan devosi umat yang tertanam sangat dalam dalam, kepada Bunda Maria, ibu Yesus, tapi tidak terlepas dari perjalanan penderitaan Yesus di mana dalam kitab suci disebutkan bahwa Maria, ibunya senantiasa mengkuti hinggak tempat penyaliban di Bukit Golgota.
Lanjutnya, devosi ini pun mampu bertahan selama ratusan tahun karena peran berbagai pihak, mulai dari institusi Raja Larantuka, serta Gereja Katolik setempat yang terus mengambil peran agar devosi ini terus hidup dan memaknai perjalan iman umat Katolik.
“Bahkan ketika imam tidak ada, iman umat tetap terjaga karena prosesi Semana Santa menjadi kekuatan penopang iman. Karena itu Semana Santa saat ini bukan menjadi milik orang Larantuka, tapi terbuka untuk siapa saja,” ucapnya.