Menurutnya, landasan pemikiran serta argumentasi di balik perumusan delik yang dimuat dalam RKUHP saat ini, secara khusus ‘pasal-pasal tentang agama’, alih-alih menyelesaikan atau mencegah kejahatan serta konflik, justru semakin membuka ruang memperkuat diskriminasi, menimbulkan konflik dan melegitimasi tindakan intoleransi di tengah masyarakat.
Dia mengtaakan, semangat “restorative justice” yang seharusnya dikedepankan daripada semangat “penghukuman” dari rumusan delik-delik di atas masih sangat minim.
“Terlihat bahwa semangat membatasi daripada menjamin kemerdekaan beragama dan berkeyakinan menjadi pendekatan utama. Karena itu kami meminta pengesahan RKUHP ditunda dan pembahasan dengan masyarakat terkait dibuka kembali dengan mengedepankan asas legalitas dalam hukum pidana secara tertib yang terdiri atas asas lex scripta, lex stricta, lex temporis delicti, lex certa serta semangat “restorative justice” dan prinsip-prinsip hak asasi manusia,”tandasnya