Erland melanjutkan dengan bertambahnya bidang non-militer/pertahanan yang diurus oleh TNI, kondisi telah mengganggu keseimbangan relasi sipil dan militer.
Dampaknya, akan mengganggu sistem merit di dalam birokrasi sipil.
Hal ini membuka ruang institusi militer dimanfaatkan sebagai alat politik kelompok elit politik ataupun birokrasi.
“Maka, yang dibutuhkan untuk mempercepat transformasi TNI adalah mendorong terciptanya institusi TNI yang semakin profesional, bukan justru mencari jalan keluar dengan penempatan prajurit di jabatan sipil,” tegasnya.
Dia menjelaskan, secara fundamental RUU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI harus menyasar bagaimana memperbaiki tata kelola di tubuh TNI.
Sehingga salah satu problem militer yang melingkupi jumlah yang tinggi para petinggi militer non-job dapat diakomodasi dalam konteks matra profesionalisme.
Lebih lanjut dia menegaskan RUU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI telah mendeskripsikan negara yang semakin memperkuat dan memperluas kekuasaannya di dalam ruang publik, sehingga berpotensi mendegradasi kebebasan sipil.