Meski kini sudah mendekam rumah tahanan Kejagung, tangan Pinangki tetap diborgol saat menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
“Saya kira, perlakuan diskriminasi seperti ini jangan sampai terjadi lagi. Ini negara hukum dan prinsip dasar hukum itu yang equal,” jelasnya.
Kendati demikian, dia mengaku keputusan memborgol atau tidak seorang tersangka sepenuhnya wewenang subyektif penyidik.
Namun, tetap memegang teguh prinsip persamaan didepan hukum.
Sebab, perbedaan perlakuan ini memunculkan pertanyaan publik.
“Mengapa perlakuan hukum terhadap para tokoh yang diduga terlibat ini berbeda-beda. Dan ingat, publik sudah pintar menilai,” ujarnya.
Lebih lanjut, Alfons melihat, Kejaksaan terjebak pada kesalahan yang mereka lakukan dalam menangani persoalan ini sejak awal.
Karenanya, perbedaan perlakuan terhadap Jaksa Pinangki ini sebenarnya ingin memberi pesan kepada publik bahwa mereka serius menangani kasus ini.
Padahal ini sebenarnya sekedar upaya menutupi kesalahan Jaksa dalam menangani kasus ini.