JAKARTA-Bisa jadi, jika huru hara di dalam negeri tidak dapat dihentikan, Amerika Serikat akan kehilangan pemimpin tertingginya.
Orang Jawa mengatakan, “ara-eru kedawa-dawa ing Amerika, kratone suwung tanpa ratu” atau huru hara yang berkepanjangan di Amerika, membuat keraton kosong tanpa raja.”
Negara adi daya ini tidak hanya kehilangan presidennya tetapi juga sulit mendapatkan penggantinya. Jikapun ada, penggantinya tidak secara sukarela menduduki posisi tersebut karena lima alasan utama.
Demikian ditegaskan oleh Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro kepada media di Jakarta, Minggu (07/06/2020).
Alasannya adalah, siapapun yang akan menjadi Presiden Amerika harus menghadapi ujian berat yakni, menghentikan demo nasional, harus menyediakan pekerjaan bagi 40 juta pengangguran akibat pandemi Covid-19, memberi makan kepada rakyatnya, menyelesaikan beban hutang sebesar $25 triliun, dan pemulihan ekonomi nasional secara cepat.
Dalam konteks ini, menurut Putut Prabantoro, Indonesia harus mengambil pelajaran secara bijaksana untuk tidak lagi mengagungkan “American Dream” yang menjadi dasar berkembangnya ekonomi kapitalisme.
Indonesia harus kembali ke nilai luhurnya gotong royong dan meyakini.
sistem ekonomi Pancasila sebagaimana yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 (asli) merupakan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
“Meskipun secara konstitutif, Indonesia menganut sistem ekonomi sendiri yakni Sistem Ekonomi Pancasila, pada praktiknya ekonomi Indonesia menganut paham kapitalisme. Tambahan dua pasal sebagai amandemen pada Pasal 33 UUD 1945 (amandemen) menjelaskan adanya campur tangan pihak asing dalam mengatur perekonomian Indonesia dengan memasukan kapitalisme,” ujar Putut Prabantoro.
Dalam kurun tahun 1999 – 2002, menurut Putut Prabantoro, National Democratic Institution (NDI) di bawah Partai Demokrat Amerika Serikat telah mengeluarkan 45 juta dolar AS untuk mengawal amandemen konstitusi Indonesia.
Sebanyak 82,5 persen isi amandemen UUD 1945 mengandung paham liberal yang bertentangan dengan nilai luhur Pancasila.
Dalam konteks ini, sebagai konsekuensi dari konstitusi yang diamandemen, ada 61 UU sebagai produk hukum turunan.
Ini sebenarnya tidak sesuai lagi dengan Cita-Cita dan Tujuan Nasional sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa dalam Pembukaan UUD 1945.
“Perguruan Tinggi di Indonesia sangat kurang mengajarkan kepada para mahasiswa tentang Sistem Ekonomi Pancasila dan lebih menekankan sistem ekonomi kapitalis. Dosen lebih mengajar ekonomi kompetitif yang menjadi dasar dari ekonomi kapitalisme dibanding dengan usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan sebagaimana termuat dalam Pasal 33 UUD 1945. Kalau sistem ekonomi Pancasila menjadi konsern bersama, Indonesia harusnya sudah berdaulat, mandiri dan kuat dalam ekonomi,” ujar Putut Prabantoro, yang juga Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa).
American Dream (Impian Amerika), diurai lebih lanjut oleh Putut Prabantoro, merupakan visi dari warga negara Amerika dalam mewujudkan kehidupannya.
Mimpi ini berakar pada Deklarasi Kemerdekaan dan juga Konstitusi Amerika Serikat.
Dalam Deklarasi Kemerdekaan AS disebutkan, bahwa “semua manusia diciptakan sama” dengan hak untuk “hidup, kebebasan dan mengejar kebahagiaan”.
Sementara Konstitusi Amerika dalam pembukaannya mengatakan, “mengamankan Berkah Kebebasan Untuk Diri Kita Sendiri dan Keturunan Kita”.
Komentari tentang post ini