YOGYAKARTA– Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH-PRG) Prof. Bambang Prasetya menyatakan di seluruh dunia maupun di Indonesia, sedang menghadapi setidaknya 10 tantangan bencana, dan bencana nomor satu adalah perubahan iklim.
Masalah perubahan iklim inilah yang menghasilkan banyak masalah lain dari mulai kekeringan, mengakibatkan kelaparan dan malnutrisi.
“Oleh karena itu, inovasi bioteknologi sesungguhnya menjadi peluang untuk menghadapi ragam masalah tersebut,” ungkap Prof. Bambang yang juga Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Teknologi Pengujian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini disela-sela workshop perdana yang bertajuk “KONEKSI Gene Technology: Addressing Climate Changes
through Genetic Technology”, di Hotel Grand Rohan Jogja, pada Kamis, 14 Desember 2023 lalu.
Workshop KONEKSI diikuti dengan total peserta lebih dari 90 orang yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswi dari berbagai universitas, perwakilan industri bioteknologi, akademisi atau dosen, dan peneliti bidang bioteknologi.
Selanjutnya, tim peneliti akan mengadakan workshop lanjutan pada tahun 2024 yang diselenggarakan di Australia dan Yogyakarta.
Lebih lanjut, Prof. Bambang mengakui tantangan dalam pengembangan inovasi bioteknologi pangan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain.
Ia menilai resistensi masyarakat terhadap produk pangan bioteknologi masih tinggi karena minimnya informasi tentang keamanan dan kualitas produk rekayasa genetika untuk tanaman pangan.
“Maka kehadiran pemerintah dengan regulasi dan panduan rekayasa genetika bisa membantu masyarakat untuk paham dan yakin pada inovasi bioteknologi yang layak dikonsumsi,” ujarnya.
Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia atau KONEKSI adalah program hibah penelitian yang berfokus pada problem relevan terkait kebijakan dan inovasi dalam upaya mitigasi perubahan iklim, adaptasi perubahan iklim, dan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Komentari tentang post ini