JAKARTA-Direktur Eksekutif Indonesia Global Justice (IGJ) M Riza Damanik mendesak pemerintah agar isu pertanian dan lingkungan hidup harus keluar dari kesepakatan Asia Pacific Economic Community (APEC) dan World Trade Organization (WTO). Hal ini penting karena isu lingkungan hidup dan pangan merupakan Hak Asasi Manusia yang wajib diselenggarakan dan dilindungi oleh negara. Sementara APEC dan WTO melarang negara melakukan proteksi (melindungi) sektor pertanian dan lingkungan hidup. “Sebagian besar kebutuhan dunia, bahkan untuk Indonesia mencapai lebih dari 80% produksi pertanian yang menopang pemenuhan pangan rakyat berasal dari petani dan nelayan kecil yang membutuhkan insentif dari negara,” jelas Riza di Jakarta, Selasa (24/9).
Dan WTO kata dia hendak mengurangi bahkan mencabut pemberian subsidi bagi petani. Mereka beralasan, pemberian subsidi bagi petani dapat mendistorsi harga produk pertanian dan perikanan di pasar global.
Menurut dia, APEC dan WTO mendorong kompetisi terbuka dan timpang yang menyebabkan menyempitnya lahan-lahan pertanian rakyat oleh kegiatan industri . Di Indonesia sekitar 100 ribu hektar lahan pertanian di konversi tiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan terpinggirkannya produk pertanian lokal dipasar domestik oleh produk impor. Data menyebutkan, nilai impor pangan Indonesia terus meningkat dari US$ 11 miliar di 2010 menjadi US$17 miliar di 2012). “Menyempitnya lahan pertanian juga menjadi pemicu konflik agraria yang kian meluas,” tutur dia.