JAKARTA-Kemenangan Setya Novanto dalam Munaslub Partai Golkar lebih disebabkabkan kuatnya intervensi pemerintah. Tentu saja langkah pemerintah ini dinilai negatif oleh publik, karena terkesan mengacak-acak demokrasi yang sudah dibangun pasca reformasi 1998 lalu.
“Campur tangan untuk ikut mengatur siapa yang harus menjadi ketum parpol begitu mencolok betul. Ditambah lagi aroma persaingan penguasa antara Jokowi yang mendukung Setya Novanto dan JK yang mendukung Ade Komarudin sangat terasa,” kata Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf ketika dihubungi, Minggu (22/5/2016).
Menurut Asep, pemerintah seharusnya menjadi pembina partai politik dan memelihara kehidupan demokrasi yang sehat. Oleh karena itu cara-cara pemerintah jelas tidak sehat dan mengembalikan demokrasi zaman dahulu.”Kehadiran Luhut Panjaitan sepanjang Munaslub Partai Golkar jelas-jelas mempertontonkan kehadiran pemerintah,” tambahnya.
Praktek ini persis zaman orde baru. Namun sayangnya Partai Golkar justru tidak merasa “diobok-obok”. ”Berbeda dengan Megawati yang kemudian protes dengan mendirikan PDIP Perjuangan. Karena Soeharto mendukung Soerjadi menjadi Ketua umum PDI. Ditambah lagi dengan sikal yang selalu menyusu dan patuh pada penguasa,” terangnya.