Salah satu caranya dengan mendorong koperasi untuk membangun ekosistem usaha di sektor riil.
Zabadi mencontohkan beberapa transformasi usaha koperasi di sektor riil seperti yang dilakukan oleh Koperasi Pesantren (Kopontren) Al-Ittifaq di Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, yang sukses mengelola usaha pertanian.
Hasil panen dari petani diserap dengan harga yang layak oleh koperasi dan kemudian dipasarkan ke supermarket atau hotel.
Kopontren ini juga secara aktif mengatur sistem tanam yang dilakukan oleh para petani dengan mengikuti permintaan pasar.
Dengan begitu tidak ada hasil panen yang terbuang sia-sia, sementara dari sisi harga jual produk pertanian juga tetap kompetitif.
“Koperasi pertanian komoditas holtikultura ini dikelola dengan berbasis inovasi dan teknologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dari para petani,” kata Zabadi.
Saat ini terdapat 300 Koperasi Besar Dunia yang dirilis World Cooperative Monitor (WCM) salah satunya adalah Koperasi Nong Hyup Korea Selatan yang menjadi raksasa pertanian beromzet 61,17 miliar dolar AS.
Kemudian Zen Noh di Jepang dengan omset 38,91 miliar dolar AS. Lalu Fonterra di Selandia Baru yang memasok hampir 30 persen susu ke pasar susu dunia.
“Jadi ke depan koperasi atau usaha simpan pinjam akan kami tata dan perkuat tata kelola serta pengawasannya agar terarah ke sektor produksi,” kata Zabadi.