Oleh: Edi Danggur
Ada prinsip penegakan hukum yang universal: “Judicis est ius dicare, non dare”.
Artinya, tugas seorang hakim adalah menerapkan hukum. Oleh karena itu, seorang hakim harus taat pada ketentuan hukum yang sudah ada.
Maka dengan putusannya, seorang hakim tidak boleh menciptakan hukum baru yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang sudah ada.
Itulah yang terjadi dalam perkara Ahok, majelis hakim melanggar larangan “non ultra petita”: seorang hakim dilarang memutuskan suatu perkara yang tidak dituntut oleh jaksa dalam surat tuntutan (requisitoir).
Dimana letak ultra petita-nya?
Pertama, dalam surat tuntutan yang dibacakan tanggal 20 April 2017, jaksa menegaskan bahwa setelah mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan yaitu keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa, terbukti, unsur-unsur tindak pidana penistaan agama (Vide Pasal 156 a huruf a KUHP) tidak terpenuhi.
Akibatnya, Pasal 156 a huruf a KUHP didrop atau dikeluarkan dari tuntutan jaksa terhadap Ahok. Maka Ahok pun hanya dituntut dengan pasal alternatif lainnya yaitu Pasal 156 KUHP (penghinaan terhadap satu golongan rakyat Indonesia).