Bila sub holding tetapkan dilakukan, maka akan mengancam kedaulatan energi nasional. dan hal ini juga berpotensi melanggar UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3. karena bisa bisa aset PT Pertamina (Persero) akan dikuasai pihak swasta, dan bukan lagi dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia.
Selain itu, CBA (Center For Budget Analysis) bisa memperkirakan bahwa dalam pembentukan subholding di Pertamina ini maka ada konsekuensi yang harus diterima oleh Pertamina sebagai holding yaitu kewajiban pembayaran pajak kepada Negara Republik Indonesia.
Jenis-jenis pajak yang harus dibayar oleh Pertamina adalah:
1.Biaya Pajak Pertambahan 10% Nilai Pasar Aset.
2.Biaya Pajak Penghasilan (PPh) Non Bangunan sebesar 25% selisih Harga Pasar & Net Book Value.
3.Biaya Pajak Penghasilan (PPh) Bangunan yaitu 2,5% PPh & 5% BPHTB.
4.Biaya Pajak Penghasilan (PPh) atas SPA Saham yaitu 25% PPh Capital Gain Saham.
5.Biaya Pajak atas Novasi Kontrak-Kontrak dengan pihak ketiga.
Dengan perhitungan sederhana yang mudah dilakukan maka perkiraan total biaya pajak-pajak yang harus disetorkan Pertamina ke Negara Republik Indonesia sebesar USD 10 miliar atau senilai Rp. 150 Triliun!!!