JAKARTA – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mensinyalir penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga kuat melakukan praktek “memeras pengakuan” dan merekayasa, merangkai keterangan Saksi-Saksi.
Menurutnya, memeras pengakuan dari Saksi atau Tersangka adalah pola kerja penyidik HIR pada era Orde Baru.
Tak heran, jika Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah dan beberapa saksi lainnya yang diperiksa oleh Penyidik KPK pada sekitar Juni dan Juli 2024 disebut-sebut mengalami intimidasi.
Lalu hasil intimidasi dan pemerasan keterangan itu dirangkaikan menjadi suatu perbuatan atau kejadian yang seolah-olah terdapat persesuaian antara satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana suap itu sendiri, seolah-olah peristiwa suap itu ikut dilakukan oleh HK.
“Bisa saja keterangan Saeful Bahri dan Doni Tri Istiqomah, cukup dengan menduga bahwa uang Rp 680 juta yang diberikan kepada Komisoner KPU Wahyu Setiawan, sebagian berasal dari uang HK,” ujar Petrus.
Dia menjelaskan, konstruksi hukum yang dibangun penyidik KPK dalam mentersangkakan HK, akan mengacaukan seluruh hasil penyidikan KPK, Surat Dakwaan Penuntut Umum KPK dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hingga Putusan Mahkamah Agung dalam perkara suap atas nama Terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.