JAKARTA-Nilai tukar rupiah minggu pertama Mei relatif stabil bergerak di kisaran antara Rp.9.730 s.d Rp.9.740 per USD kendati sempat mengalami tekanan dalam perdagangan harian ke Rp.9.71 per USD sebagai respon negatif menurunnya outlook Indonesia oleh Standard&Poor (S&P) dari positif menjadi stabil. Namun, penurunan rating ini tidak sampai melesat menembus Rp.9.800 per USD. Karena itu, Minggu kedua ini diperkirakan nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran yang masih stabil antara Rp.9.720 s.d Rp.9.740 per USD.
Analis valas PT Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih mengatakan penurunan outlook ini diantaranya karena pemerintah Indonesia dianggap lambat merespon dua risiko ekonomi saat ini yaitu risiko nilai tukar akibat defisit di neraca perdagangan dan defisit anggaran. Kedua defisit kembar tersebut (twin deficit) bersumber dari impor hasil minyak yang terus mencatat deficit yang semakin besar karena kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak domestic yang semakin tinggi. Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi masih berlarut-larut dan malahan isu ini kembali di’lempar’ ke DPR untuk mendapatkan persetujuan revisi anggaran (APBN-P). Lambatnya pengambilan keputusan untuk kebijakan BBM ini membuat pemerintah kehilangan momentum dari kemungkinan ‘upgrade’ malah di’down-grade’. “Tidak hanya S&P,Moody’s juga memberikan peringatan agar pemerintah mengambil keputusan segera untuk mengatasi kedua risiko tersebut. Peringatan Moody’s ini terlihat belum mengganggu sentiment pasar khususnya terhadap nilai tukar rupiah,” jelas dia.