JAKARTA – Industri batik berperan dalam melestarikan budaya Indonesia, sekaligus berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data BPS, ekspor produk batik pada bulan Januari – September 2024 berkontribusi terhadap ekspor nasional dengan nilai mencapai USD11,52 juta.
Kinerja industri batik pada dua tahun terakhir mengalami kontraksi akibat melemahnya permintaan pasar ekspor.
Nilai ekspor produk batik tahun 2023 mengalami kontraksi sebesar 30% dibandingkan dengan tahun 2022 dan kinerja ekspor produk batik pada Triwulan II Tahun 2024 mengalami kontraksi sebesar 33,72% jika dibandingkan dengan tahun 2023 di periode yang sama.
Namun demikian, Kemenperin optimistis industri batik masih memiliki potensi besar untuk berkembang di pasar dalam negeri.
“Hal ini mengingat tren penggunaan batik meningkat dalam keseharian generasi muda, meskipun juga perlu waspada terhadap maraknya produk motif batik dengan harga yang jauh lebih murah,” jelas Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian (Dirjen IKMA) Reni Yanita.
Salah satu program yang dijalankan Kemenperin unttuk mendukung pengembangan industri batik adalah sertifikasi Batikmark.
Program yang dijalankan Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BBSPJI) Kerajinan dan Batik ini bertujuan menjaga kualitas dan otentisitas batik.
Hal ini sangat penting sebagai bagian dari tindakan konservasi produk budaya yang bersaing dengan produk teknologi.
Selanjutnya, Kemenperin juga melakukan penyusunan sertifikasi halal untuk produk batik melalui program yang ada di Pusat Pemberdayaan Industri Halal (PPIH) dengan tujuan melindungi konsumen dalam melaksanakan ibadah dengan terjaminnya penggunaan produk yang halal.
Demi memperluas pasar industri batik, Kemenperin untuk mengembangkan penggunaan batik di berbagai kalangan, seperti batik KORPRI dan seragam batik pegawai negeri di berbagai daerah.
Dirjen IKMA juga mendorong kerja sama seluruh pihak untuk menerapkan implementasi penggunaan seragam batik haji dengan produk batik cap sesuai yang telah ditetapkan serta memberdayakan IKM batik dalam penggunaan seragam batik jemaah haji, sehingga tidak lagi menggunakan produk motif batik.
“Harapan kami upaya tersebut dapat berdampak pada ekosistem industri batik Nusantara. Namun, perlu komitmen bersama untuk menempatkan keberpihakan belanja pemerintah dengan mengutamakan kepentingan Industri dalam negeri, khususnya keberpihakan terhadap IKM Batik dan memperkuat rantai pasok pada bagian hilir,” tutur Reni.