Biar kan saja untuk membangun kesadaran semua warga negara bahwa memilih berdasarkan kesamaan agama, suku, dan kedaerahan hanya menurunkan kualitas kita dalam berdemokrasi.
“Jika kesadaran terwujud, maka pilkada akan menjadi sarana memilih pemimpin yang amanah, sidik, fatonah, dan tablik,” imbuhnya.
Dalam sebuah negara yang demokratis tidak ada istilah kafir, karena semua warga negara sama haknya, jelas Ray.
“Oleh karenanya jangan sudutkan orang lain bahwa dia kafir. Sebab jika kita umpamakan kafir itu dengan suku, ada tidak orang lain yang mau disudutkan karena sukunya beda dan dia tidak boleh dipilih.”
Menurut Ray, bukan cuma istilah kafir yang tidak ada di sebuah negara yang demokratis, soal istilah suku yang beda juga tidak ada.
“Yang menghawatirkan justru kelas menengah atas yang menjadikan isu primordial menjadi konsumsi mereka. Seharusnya kelas menengah bawah dan atas mempunyai pandangan yang sama. Bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang demokratis dan plural.”
Oleh karena itu, tambahnya, tidak boleh ada orang yang dipinggirkan dalam rutinitas negara, hanya karena berbeda agama, suku, dan yang lainnya.