Kalau menjanjikan imbal hasil yang gede kayak gitu, otomatis Jiwasraya harus putar otak bagaimana menginvestasikan duit yang masuk agar bisa membayar kewajibannya nanti. Mau diinvestasikan secara normal, pasti gak cukup. Wong kewajiban membayar imbal hasil yang dijanjikan sudah besar.
Disinilah dimulai persoalannya. Karena dituntut untuk cari untung besar dan cepat salah satu pilihan adalah investasi saham. Kalau investasinya pada saham-saham bluechips atau LQ45, untungnya pasti standar saja. Sebab harga saham-saham unggulan itu memang stabil.
Pilihan jatuh pada investasi di saham-saham kelas dua atau kelas tiga. Saham-saham inilah yang memungkinkan mendapat untung besar dan cepat. Tapi ingat dalam dunia ini dikenal istilah high gain, high risk. Semakin gede untungnya, semakin besar juga resiko yang ditanggung. Kalau untung syukur, kalau buntung bakal langsung nyungsep.
Pada proses investasi saham kayak gitulah Benny Tjokro terlibat. Orang ini dikenal sebagai master gorong-gorengan saham. Majalah Forbes pernah menempatkan Bentjok, sebagai 50 orang terkaya di Indonesia. Kekayaannya darimana lagi kalau bukan dari kelihaiannya menyulap transaksi di pasar modal.
Saham seharga gocap, bisa digoreng sedemikian rupa sampai harganya melambung. Caranya dengan menggerakkan semua kekuatan dan duitnya untuk terus bertransaksi pada saham itu. Kalau ada saham perusahaan menengah seharga gocap, tapi seolah di pasar banyak yang memburunyha, orang (apalagi investor kecil) akan ikut-ikutan membeli. Mereka tertarik mendapat untung dari sana. Nah, otomatis harga sahamnya akan terkerek.
Begitu terus dilakukan sampai harganya maksimal. Tapi nilai saham seperti itu tentu saja mirip busa sabun. Cuma bohong-bohongan. Kalau kembali lagi dilihat perusahaan emitennya, gak wajar kalau sahamnya bisa melambung seperti itu. Artinya pada suatu saat pasti harganya akan nyusruk lagi.
Nah, Jiwasraya nyemplungin duitnya untuk memainkan saham-saham sejenis kayak gitu. Diolah oleh para pemain sekelas Bentjok. Awalnya dapat untung. Tapi, karena memang cuma busa sabun, ujung-ujugnnya boncos.
Apalagi duit yang dimainkan adalah milik nasabah yang dijanjikan dapat untung besar. Sudah gak mampu mendapat imbal hasil dari investasi, sementa kewajiban pada nasabah juga harus diselesaikan. Makin ruwetlah keadaan.