“Setiap pemilu yang menghasilkan pihak yang kalah, seringkali menimbulkan tuduhan kecurangan. Hal ini saya sampaikan sebelum tahapan pemilu dimulai pada awal tahun 2023. Namun, bukan berarti bahwa penggugat selalu kalah. Karena seringkali terbukti bahwa kecurangan itu memang ada dan dinyatakan sah oleh MK,” jelasnya.
Mahfud juga menyinggung beberapa putusan MK yang membatalkan hasil pemilu atau mengadakan pemilihan ulang, seperti kasus Pilkada Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, di mana Khofifah Indar Parawansa awalnya kalah kemudian MK memerintahkan pemilihan ulang.
Selain itu, Mahfud menambahkan bahwa istilah pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) muncul sebagai vonis pengadilan di Indonesia pada tahun 2008.
“TSM menjadi dasar bagi putusan-puansan lain dan secara resmi diakui dalam hukum pemilu, termasuk dalam undang-undang (UU), peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dan peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),” pungkas Mahfud.