Secara hakiki kita menghendaki suatu transisi yang mempersiapkan warganegara untuk terlibat secara autentik, dengan kesadaran sendiri, menyelenggarakan demokrasi. Tetapi sayangnya, reformasi tidak dituntun oleh suatu kurikulum transisional yang pedagogis. Karena itu, kehidupan politik kita sebetulnya hanya ditandai oleh adanya berbagai instalasi politik demokrasi, tetapi tidak mengalirkan kultur demokrasi yang sesungguhnya, yaitu kultur yang memerdekakan jiwa manusia.
Demokrasi membutuhkan perawatan pedagogi: yaitu mengajar rakyat untuk merdeka dalam berpikir, agar merdeka dalam memutuskan pilihan. Ideal politik inilah yang telah diupayakan oleh para pendiri bangsa sebagai inti dari “mencerdaskan kehidupan bangsa”, yakni bukan semata-mata perjuangan demi “kedaulatan negara” atau demi “cita-cita bangsa”, tetapi terlebih demi “jiwa manusia yang merdeka”. Pedagogi yang kita cita-citakan adalah pedagogi kemanusiaan, yaitu pendidikan kewarganegaraan untuk membantu rakyat keluar dari “feodalisme, kebodohan, dan kemiskinan”.