JAKARTA-Perkembangan industri electric vehicle (EV) terasa kian masif belakangan ini. Hal ini menimbulkan disrupsi tersendiri, terlebih di dunia otomotif.
Indonesia dipandang memiliki posisi strategis untuk mengembangkan ekosistem industri EV dan baterai.
Hal itu lantaran Indonesia kaya akan sumber daya alam untuk bahan baku industri ini.
Indonesia memiliki 30 persen cadangan nikel terbesar di dunia. Serta material baterai penting lainnya, seperti aluminium, tembaga, mangan, dan kobalt.
Hal tersebut sejalan dengan upaya Pertamina beradaptasi dengan transisi energi yang terjadi.
Salah satunya, memanfaatkan aset-aset yang dimilikinya guna mendukung perkembangan ekosistem EV, termasuk baterai.
Satu di antaranya dengan mengonversi sebagian kapasitas kilang, dari BBM menjadi petrokimia yang nantinya berhubungan dengan industri EV.
“Ke depannya kilang-kilang Pertamina akan kami konversikan untuk memproduksi petrokimia sebagai bahan baku EV maupun baterai,” ujar Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia (PPI) Heru Setiawan, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan pada Senin, 1 Februari 2021.